Hukum Menikah Dengan Pasangan Zina
I. Zina Yang Semakin Sering Terjadi
Seringkali kita dapati di masa sekarang ini pasangan muda yang melakukan zina. Barangkali mereka tidak berniat pada awalnya untuk berzina. Namun karena keteldoran dan tidak mengindahkan larangan untuk berkhalwat dan seterunya, maka mereka menjadi sasaran empuk jerat syetan sehingga tanpa disadari terjerumuslah mereka ke zina yang diahramkan.
Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak remaja, pada usia dini sudah terjebak dalam perilaku reproduksi tidak sehat, diantaranya adalah seks pra nikah. Dari data-data yang ada menunjukkan:
1. Antara 10 -31% (N=300 di setiap kota) remaja yang belum menikah di 12 kota besar di Indonesia menyatakan pernah melakukan hubungan seks (YKB,1993).
2. 27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan di Medan (15-24 tahun) mengatakan sudah pernah melakukan hubungan seksual (Situmorang, 2001)
3. 75 dan 100 remaja yang belum menikah di Lampung dilaporkan sudah pernah melakukan hubungan seks (studi PKBI, tahun 1997)
4. Di Denpasar Bali, dari 633 pelajar SLTA kelas II, sebanyak 23,4% (155 remaja) mempunyai pengalaman hubungan seks, 27% putra dan 18% putri (Pangkahila, Wempie, Kompas, 19/09/1996)
Ada pergeseran nilai mengenai hubungan seksual sebelum nikah. Hal ini utamanya terjadi pada kaum perempuan. Bila sebelumnya ada anggapan bahwa hubungan seksual hanya dilakukan jika ada hubungan emosional yang dalam dengan lawan jenis, namun saat kini kondisi tersebut telah berubah. Hasil penelitian Shali dan Zeinik (Dusek, 1996) menunjukkan baliwa 79,1% kaun perempuan (usia antara 15-19 tahun) setuju dilakukannya hubungan seksual walaupun tidak ada rencana untuk menikah; 54,7% setuju hanya bila ada rencana menikah; dan 10,7% tidak setuju adanya hubungan seksual sebelum menikah.
Namun demikian, perilaku seksual remaja sebenarnya tidak hanya terbatas pada jenis hubungan seksual sebelum nikah, tetapi perilaku seksual yang lain, misalnya petting (90% remaja terlibat pada “light” petting, 80% remaja terilbat pada “heavy” petting); dan masturbasi, menunjukkan frekuensi yang tinggi pula.
II. Haramnya Aborsi
Pilihan yang paling konyol adalah mengaborsi anak yang terlanjur tumbuh dalam janin. Padahal aborsi ini selain dilaknat Allah dan agama, juga sangat beresiko besar kepada keselamatan seorang wanita.
Selain itu praktek aborsi adalah pelangaran hukum dimana bila ada seseorang ikut membantu proses aborsi di luar nikah yang syah, bisa dijerat dengan hukum. (silahkan baca mata kuliah Fiqih Kontemporer pada judul Hukum Aborsi).
III. Hukum Menikahi Pasangan Zina
Pilihan lainnya adalah menikahi pasangan zina yang terlanjur hamil itu. Namun bagaimana hukumnya dari sudut pandang syariah ? Bolehkah menikahi wanita yang telah dizinai ?
Ada sebuah ayat yang kemudian dipahami secara berbeda oleh para ulama. Meski pun jumhur ulama memahami bahwa ayat ini bukan pengharaman untuk menikahi wanita yang pernah berzina.
1. Pendapat Jumhur (mayoritas) ulama
Jumhurul Fuqaha mengatakan bahwa yang dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang pernah berzina.
Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yang pezina sekalipun. Lalu bagaimana dengan lafaz ayat yang zahirnya mengharamkan itu ?
Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam hal ini. Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz `hurrima` atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci).
Selain itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lebih kepada kasus yang khusus saat ayat itu diturunkan.
Mereka mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dengan ayat lainnya yaitu :
Pendapat mereka ini dikuatkan dengan hadits berikut :
Meski demkikian, memang ada juga pendapat yang mengharamkan total untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Paling tidak tercatat ada Aisyah ra, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra` dan Ibnu Mas`ud. Mereka mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menzinai wanita maka dia diharamkan untuk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yang pernah berzina dengan laki-laki lain, maka dia diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki yang baik (bukan pezina).
Bahkan Ali bin abi Thalib mengatakan bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu juga bila yang berzina adalah pihak suami. Tentu saja dalil mereka adalah zahir ayat yang kami sebutkan di atas (aN-Nur : 3).
Selain itu mereka juga berdalil dengan hadits dayyuts, yaitu orang yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya serong dan tetap menjadikannya sebagai istri.
Sedangkan pendapat yang pertengahan adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mengharamkan seseorang menikah dengan wanita yang masih suka berzina dan belum bertaubat. Kalaupun mereka menikah, maka nikahnya tidak syah.
Namun bila wanita itu sudah berhenti dari dosanya dan bertaubat, maka tidak ada larangan untuk menikahinya. Dan bila mereka menikah, maka nikahnya syah secara syar`i.
Nampaknya pendapat ini agak menengah dan sesuai dengan asas prikemanusiaan. Karena seseroang yang sudah bertaubat berhak untuk bisa hidup normal dan mendapatkan pasangan yang baik.
Seringkali kita dapati di masa sekarang ini pasangan muda yang melakukan zina. Barangkali mereka tidak berniat pada awalnya untuk berzina. Namun karena keteldoran dan tidak mengindahkan larangan untuk berkhalwat dan seterunya, maka mereka menjadi sasaran empuk jerat syetan sehingga tanpa disadari terjerumuslah mereka ke zina yang diahramkan.
Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak remaja, pada usia dini sudah terjebak dalam perilaku reproduksi tidak sehat, diantaranya adalah seks pra nikah. Dari data-data yang ada menunjukkan:
1. Antara 10 -31% (N=300 di setiap kota) remaja yang belum menikah di 12 kota besar di Indonesia menyatakan pernah melakukan hubungan seks (YKB,1993).
3. 75 dan 100 remaja yang belum menikah di Lampung dilaporkan sudah pernah melakukan hubungan seks (studi PKBI, tahun 1997)
4. Di Denpasar Bali, dari 633 pelajar SLTA kelas II, sebanyak 23,4% (155 remaja) mempunyai pengalaman hubungan seks, 27% putra dan 18% putri (Pangkahila, Wempie, Kompas, 19/09/1996)
Ada pergeseran nilai mengenai hubungan seksual sebelum nikah. Hal ini utamanya terjadi pada kaum perempuan. Bila sebelumnya ada anggapan bahwa hubungan seksual hanya dilakukan jika ada hubungan emosional yang dalam dengan lawan jenis, namun saat kini kondisi tersebut telah berubah. Hasil penelitian Shali dan Zeinik (Dusek, 1996) menunjukkan baliwa 79,1% kaun perempuan (usia antara 15-19 tahun) setuju dilakukannya hubungan seksual walaupun tidak ada rencana untuk menikah; 54,7% setuju hanya bila ada rencana menikah; dan 10,7% tidak setuju adanya hubungan seksual sebelum menikah.
Namun demikian, perilaku seksual remaja sebenarnya tidak hanya terbatas pada jenis hubungan seksual sebelum nikah, tetapi perilaku seksual yang lain, misalnya petting (90% remaja terlibat pada “light” petting, 80% remaja terilbat pada “heavy” petting); dan masturbasi, menunjukkan frekuensi yang tinggi pula.
II. Haramnya Aborsi
Pilihan yang paling konyol adalah mengaborsi anak yang terlanjur tumbuh dalam janin. Padahal aborsi ini selain dilaknat Allah dan agama, juga sangat beresiko besar kepada keselamatan seorang wanita.
Selain itu praktek aborsi adalah pelangaran hukum dimana bila ada seseorang ikut membantu proses aborsi di luar nikah yang syah, bisa dijerat dengan hukum. (silahkan baca mata kuliah Fiqih Kontemporer pada judul Hukum Aborsi).
III. Hukum Menikahi Pasangan Zina
Pilihan lainnya adalah menikahi pasangan zina yang terlanjur hamil itu. Namun bagaimana hukumnya dari sudut pandang syariah ? Bolehkah menikahi wanita yang telah dizinai ?
Ada sebuah ayat yang kemudian dipahami secara berbeda oleh para ulama. Meski pun jumhur ulama memahami bahwa ayat ini bukan pengharaman untuk menikahi wanita yang pernah berzina.
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu`min. (QS. An-Nur : 3)Lebih lanjut perbedaan pendapat itu adalah sbb :
1. Pendapat Jumhur (mayoritas) ulama
Jumhurul Fuqaha mengatakan bahwa yang dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang pernah berzina.
Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yang pezina sekalipun. Lalu bagaimana dengan lafaz ayat yang zahirnya mengharamkan itu ?
Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam hal ini. Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz `hurrima` atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci).
Selain itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lebih kepada kasus yang khusus saat ayat itu diturunkan.
Mereka mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dengan ayat lainnya yaitu :
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS> An-Nur : 32).Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Bakar As-Shiddiq ra dan Umar bin Al-Khattab ra dan fuqaha umumnya. Mereka membolehkan seseorang untuk menikahi wanita pezina. Dan bahwa seseorang pernah berzina tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah secara syah.
Pendapat mereka ini dikuatkan dengan hadits berikut :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR. Tabarany dan Daruquthuny).Juga dengan hadits berikut ini :
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Istriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR. Abu Daud dan An-Nasa`i)2. Pendapat Yang Mengharamkan
Meski demkikian, memang ada juga pendapat yang mengharamkan total untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Paling tidak tercatat ada Aisyah ra, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra` dan Ibnu Mas`ud. Mereka mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menzinai wanita maka dia diharamkan untuk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yang pernah berzina dengan laki-laki lain, maka dia diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki yang baik (bukan pezina).
Bahkan Ali bin abi Thalib mengatakan bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu juga bila yang berzina adalah pihak suami. Tentu saja dalil mereka adalah zahir ayat yang kami sebutkan di atas (aN-Nur : 3).
Selain itu mereka juga berdalil dengan hadits dayyuts, yaitu orang yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya serong dan tetap menjadikannya sebagai istri.
Dari Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah SAW bersbda,`Tidak akan masuk surga suami yang dayyuts`. (HR. Abu Daud)3. Pendapat Pertengahan
Sedangkan pendapat yang pertengahan adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mengharamkan seseorang menikah dengan wanita yang masih suka berzina dan belum bertaubat. Kalaupun mereka menikah, maka nikahnya tidak syah.
Namun bila wanita itu sudah berhenti dari dosanya dan bertaubat, maka tidak ada larangan untuk menikahinya. Dan bila mereka menikah, maka nikahnya syah secara syar`i.
Nampaknya pendapat ini agak menengah dan sesuai dengan asas prikemanusiaan. Karena seseroang yang sudah bertaubat berhak untuk bisa hidup normal dan mendapatkan pasangan yang baik.
0 komentar Blogger 0 Facebook
Posting Komentar