Pelestarian Budaya Seren Taun di Banten

Editor: jodhi

matanews.com
ilustrasi
Oleh Mulyana
Ribuan warga Kampung Cisitu, Desa Situmulya, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (11/7) pagi, berkumpul di areal balai adat yang merupakan pusat lokasi keberadaan ketua komunitas adat Banten Kidul (Banten Selatan).
Sebagian warga yang datang khususnya orang tua mengenakan seragam serba hitam dengan kepala diikat kain. Mereka menari berkeliling lapangan dengan iringan musik tradisional angklung, sambil memikul dua ikat padi.
Sementara warga lainnya yang juga ikut dalam barisan tersebut membawa berbagai jenis buah-buahan dan makanan tradisional, dengan menggunakan nampan yang terbuat dari anyaman bambu.
Setelah sekian lama berkeliling dan menari di lapangan, acara dilanjutkan secara formal bersama para pejabat dan sesepuh adat di dalam balai, untuk mendengarkan sambutan dari ketua adat, gubernur, bupati, serta acara lainnya.
Masyarakat adat Kasepuhan Cisitu Kabupaten Lebak Banten Selatan itu menyebut acara yang dilangsungkan setiap setahun sekali tersebut dengan "Seren Taun".
Kegiatan itu merupakan salah satu rangkaian upacara dalam rangka syukuran kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala kenikmatan yang telah diberikan selama satu tahun, terutama setelah warga melaksanakan panen hasil pertanian.
Ketua masyarakat Adat Cisitu, Mochamad Okri, mengatakan, kegiatan tersebut merupakan adat yang sudah dilestarikan secara turun-temurun oleh leluhur mereka, konon sejak sejak 1621 Masehi.
Namun menurut Okri, kegiatan tersebut sebagai sarana untuk menyempurnakan dan mengevaluasi semua pekerjaan selama satu tahun belakang.
"Waktu pelaksanaan kegiatan biasanya maksimal 20 hari setelah warga melaksanakan panen. Setiap padi hasil panen disimpan dalam lumbung untuk bekal tahun berikutnya," kata Mochamad Okri, atau yang lebih dikenal masyarakat sekitar dengan panggilan Abah Okri.
Dengan cara tersebut, kata dia, para pemengku adat mempunyai tanggung jawab lahir dan batin dalam upaya untuk menjaga keberlangsungan hidup anak cucu serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di komunitas masyarakat adat tersebut.
Mochamad Okri mengatakan, upacara adat tersebut merupakan bentuk syukuran atas segala hasil pertanian dalam bentuk panen padi, pisang, cengkeh dan berbagai hasil pertanian warga terutama padi sawah dan ladang selama satu tahun.
Ia mengatakan, komunitas masyarakat adat Cisitu yang terdiri dari warga dua desa yakni Desa Situmulya dan Desa Kujangsari Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak, saat ini berjumlah sekitar 7.964 jiwa atau sekitar 1.721 kepala keluarga. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut bertani menanam padi di sawah dengan hasil panen rata-rata sekali satu tahun.
Hasil panen selama satu tahun tersebut kemudian disimpan dalam lumbung yang terletak di pinggir rumah masing-masing warga, untuk mencukupi kebutuhan makan hingga musim panen berikutnya.
"Upacara ini juga diharapkan bisa memperkuat kebersamaan masyarakat adat dan menghindari segala bentuk dampak negatif dari modernisasi dan globaliasi," kata Sekretaris Kesatuan Sesepuh Adat Cisitu Banten Kidul, Yoyo Yohenda.
Camat Cibeber Kabupaten Lebak, Uus Sasmita, mengatakan, dari 22 desa yang ada di wilayah Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak, di Banten Selatan, masih ada sekitar 11 komunitas masyarakat adat pada sembilan desa. Masing-masing masyarakat adat memiliki ketua (sesepuh) yang sangat mereka hormati.
Sembilan desa di Kecamatan Cibeber yang memiliki komunitas masyarakat adat (kasepuhan) yakni Desa Cisungsang, Desa Kujangsari,  Situmulya, Sirnagalih, Neglasari, Ciherang, Citorek, Wanasari, serta Kasepuhan Lebak Larang di Desa Warnasari.
"Jika dijumlahkan secara keseluruhan ada sekitar 53.752 jiwa masyarakat adat yang masing-masing punya ketuanya," kata Uus.
Sebagai bentuk pengakuan dari pemerintah khususnya terhadap masyarakat adat Kasepuhan Cisitu, Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya sudah mengeluarkan SK Bupati No 430/318 Tahun 2010 tentang pengakuan terhadap pemangku adat Cisitu di Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak.
Sementara itu Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah mengatakan, komunitas adat dan budaya ’seren taun’ tersebut harus bisa dipertahankan sebagai aset budaya Banten, sebagai daya tarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara.
Ia mengatakan, sebagai bentuk dukungan dan perlindungan pemerintah daerah terhadap keberadaan masyarakat adat tersebut, Pemerintah Kabupaten Lebak telah mengeluarkan Surat Keputusan Bupati No 430/318 Tahun 2010, tentang pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat Cisitu.
"Keberadaan masyarakat adat ini, diharapkan menambah aset dan potensi wisata Banten," kata Ratu Atut Chosiyah.

Sumber : ANT

2 komentar Blogger 2 Facebook

  1. kita sebagai masyarakat lebak harus bangga karena kaya budaya tapi ingat jangan terlena karena suatu saat budaya akan luntur kalau tidak dijaga dan peran pemerintah harus jadi inspirasi masyarakat adat dan mendukung tapi masyarakat adat yang man? cisitu perlu dukungan pemerintah daerah karena di dunia internasional hanya cisitu yang di kenal luas tapi cisitu merasa di asingkansetiap seren taun dari 2009 belum pernah kehadiran bupati apalagi seren taun 2014 gk ada pejabat yang datang ada apa di balik semua itu..saya ingatkan coba redam konplik yang ada cisitu karena sudah menjalar ke tingkat kabupaten ayo kita satukan kembali ke utuhan kasepuhan melalui rapat akbar dan hilangkan rasa pesimis.

    BalasHapus
  2. mari jaga kekompakan tokoh lebak saya sebagai anak muda akan selalu mengkritik perkembangan yang ada selama di perlukan dan barisan anak muda juga selalu mendukung kinerja pihak pemkab selagi benar .tapi klau salah kami juga tidak segan untuk beri masukan.

    BalasHapus

 
Rsunara.Com © 2013. All Rights Reserved. Share on Blogger Template Free Download. Powered by Blogger
Top